Wali Kota Malang Sarapan Bareng Ojol, Serap Aspirasi dan Jaga Kondusifitas MALANG – Wali Kota…
Jelang September Hitam, AMARAH Brawijaya Tuntut Penuntasan Kasus Munir

Mahasiswa UB gelar aksi September Hitam menuntut penuntasan kasus Munir di depan Samantha Krida Malang
Jelang September Hitam, AMARAH Brawijaya Tuntut Penuntasan Kasus Munir
MALANG – Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (AMARAH Brawijaya) menyampaikan pernyataan sikap kritis terhadap Jaksa Agung Republik Indonesia, ST. Burhanuddin. Aksi ini digelar di depan Gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya (UB), Rabu (27/8/2025), bertepatan dengan peringatan September Hitam.
Koordinator aksi, Muhammad Rangga Syawalluddin, menegaskan mahasiswa UB menyoroti pernyataan Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 16 Januari 2020 lalu. Saat itu, Burhanuddin menyatakan tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
“Pernyataan itu bukan hanya melukai keluarga korban, tetapi juga mencederai seluruh masyarakat Indonesia,” tegas Rangga.
Menurutnya, AMARAH Brawijaya juga menyoroti praktik saling lempar berkas antara Komnas HAM RI dan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus pelanggaran HAM. Ia menilai praktik tersebut menunjukkan adanya impunitas dalam penegakan hukum.
“Alih-alih memberi kejelasan, kedua lembaga justru saling melempar tanggung jawab dan menjauh dari semangat penegakan HAM,” ujarnya.
Selain tragedi Semanggi, AMARAH Brawijaya juga menuntut penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, alumni UB.
“Pada 7 September 2025 nanti, genap 21 tahun kematian Cak Munir. Sebagai alumni kampus perjuangan ini, kami fokus mendorong pengungkapan kasusnya,” kata Rangga.
Dalam aksinya, mahasiswa UB menyampaikan tujuh tuntutan utama:
1. Mendesak Komnas HAM RI transparan dalam penyelidikan kasus Munir dan menetapkannya sebagai pelanggaran HAM berat.
2. Menuntut pertanggungjawaban Jaksa Agung atas praktik impunitas dalam kasus Munir, Tragedi Kanjuruhan, dan 13 pelanggaran HAM berat lainnya.
3. Menuntut Kejaksaan Agung menindaklanjuti berbagai kasus HAM berat dengan penyidikan bertanggung jawab serta memperbarui kebijakan lembaga agar lebih kolaboratif dengan Komnas HAM.
4. Mendesak Jaksa Agung ST. Burhanuddin meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya terkait Semanggi I dan II.
5. Menuntut reformasi Polri.
6. Mendesak penetapan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
7. Mengajak masyarakat Indonesia mengawal penegakan hukum dan terus menggaungkan tuntutan “Usut Tuntas” demi keadilan.
Rangga menambahkan, meski Jaksa Agung tidak hadir dalam kegiatan di UB, aksi tetap digelar karena perwakilan Mabes Polri dan Kejari datang dalam sebuah seminar di kampus.
“Jadi kami tetap melaksanakan aksi ini, walaupun tanpa kehadiran Jaksa Agung,” pungkasnya.